Memetakan Kembali Dukuh Sibetan dan Tenganan Pegringsingan

Memetakan Kembali Dukuh Sibetan dan Tenganan Pegringsingan

Kala Itu, Tahun 2000

Pemetaan partisipatif wilayah Banjar Dukuh Sibetan dan Desa Adat Tenganan Pegringsingan pertama kali dilakukan pada tahun 2000. Alat yang digunakan masih sangat sederhana, yaitu menggunakan kompas dan meteran untuk mengambil data di lapangan. Titik-titik yang diambil kemudian digambar di atas kertas milimeter menggunakan busur dan penggaris. Perlu ketelitian dan kesabaran luar biasa, baik ketika mengambil data di lapangan maupun ketika menggambarkannya. Tantangan terbesar adalah ketika harus mempertemukan titik akhir dengan titik awal peta. Setelah peta selesai digambar di atas kertas milimeter, selanjutnya dipindahkan ke atas kertas kalkir menggunakan rapido dengan cara dijiplak. Itu sebabnya dibutuhkan waktu yang cukup lama untuk menyelesaikan peta wilayah banjar dan desa tersebut.

Ketika itu sudah ada GPS, namun masih sangat sederhana. Hanya empat titik yang diambil sebagai titik ikat untuk bisa menempatkan peta pada “muka bumi” secara tepat. Belum ada google earth dan citra satelit sebagai peta dasar yang bisa diakses secara mudah, juga peta RBI (Rupa Bumi Indonesia). Peta di atas kalkir kemudian harus didigitasi dan hanya bisa dilakukan di tempat khusus. Ketika itu Wisnu bekerja sama dengan PT Ganesha Global Sarana dalam mendigitasi peta.

Dan 20 tahun kemudian, pada September 2020, wilayah Banjar Adat Dukuh Sibetan dan Desa Adat Tenganan Pegringsingan kembali dipetakan secara partisipatif. Kali ini menggunakan GPS Garmin, bukan lagi kompas dan meteran. Beberapa peserta yang aktif terlibat adalah anak-anak dari para orang tua yang juga terlibat aktif dalam pemetaan di tahun 2000.

Banjar Dukuh Sibetan

2 – 5 Oktober 2021.

Kegiatan diawali dengan pembekalan yang terkait dengan Pemetaan Partisipatif dan Penggunaan GPS. Diikuti terutama oleh anak muda Dukuh. Sebagian di antaranya sudah mengetahui kegiatan pemetaan yang dilakukan pada tahun 2000. Bahkan ada yang sudah pernah ikut berkeliling mengambil data ketika masih berusia sekitar 10 tahun, dan saat ini menjadi Kepala Wilayah.

Dibandingkan 20 tahun lalu, pengambilan data kali ini berjalan sangat cepat. Hanya dibutuhkan waktu satu hari dalam mengambil titik-titik koordinat batas banjar yang dilakukan oleh dua kelompok. Dimulai dari pohon beringin di sisi utara banjar, kelompok berpisah ke arah barat dan arah timur, hingga bertemu kembali di sisi selatan banjar.

Setelah diunduh ke dalam Google Earth Pro, ternyata ada perbedaan luas wilayah sekitar 10 hektar. Hormat saya kepada para pelaku pemetaan 20 tahun yang lalu. Dengan alat yang sederhana, peta yang dihasilkan tidak jauh berbeda dengan hasil saat ini.

Klarifikasi olahan data mulai dilakukan pada 23 Oktober 2021 di Yayasan Wisnu, sekaligus menyusun deskripsi batas wilayah. Khusus untuk bagian selatan perlu mengambil ulang data karena ada kesalahan pengambilan titik lapangan. Demikian juga dengan data gang dan rumah masih harus dilanjutkan pengambilan data lapangannya.

Desa Adat Tenganan Pegringsingan

13 – 17 Oktober 2021.

Sama seperti di Dukuh Sibetan, kegiatan diawali dengan pembekalan yang terkait dengan Pemetaan Partisipatif dan Penggunaan GPS. Kegiatan diikuti oleh sekitar 30 orang, terdiri dari para Keliang Adat, daha dan teruna nyoman, serta unsur masyarakat umum. Karena wilayah desa yang cukup luas, yaitu sekitar 917 hektar, para peserta dibagi menjadi empat kelompok yang nantinya akan berbagi dalam pengambilan data.

Profesi utama masyarakat Tenganan Pegringsingan adalah petani pemilik, sehingga peran bongsanak dan petani penggarap sangat penting dalam pengambilan data batas, baik batas wilayah maupun batas antara bet (hutan sakral) dan kebun (hutan produksi). Walaupun sudah dibagi empat kelompok, batas wilayah desa juga belum bisa diselesaikan, terutama di sisi selatan pada luasan wilayah yang sempit dan memanjang.

Kegiatan akan dilanjutkan lagi setelah tanggal 9 November 2021, setelah kesibukan upacara selesai dilakukan. Sebagai desa tua, Tenganan Pegringsingan memiliki kalender tersendiri yang berbeda dengan desa pada umumnya di Bali. Tugas utama masyarakat Tenganan Pegringsingan adalah menjaga keseimbangan melalui rangkaian ritual pada setiap bulannya, mulai dari sasih Kasa (bulan Pertama) hingga sasih Sada (bulan Keduabelas). Selain itu, seperti krama adat Bali pada umumnya, Tenganan Pegringsingan juga melakukan upacara hari raya Galungan. Pada saat inilah krama desa adat Tenganan Pegringsingan juga melakukan upacara untuk KAR (peta desa) agar seluruh masyarakat selalu ingat untuk menjaga keutuhan wilayah desa.

Leave a Reply

Your email address will not be published.