Kemping Gen Z JED

Kemping Gen Z JED

Kemping Gen Z JED merupakan kelanjutan dari Workshop 2 Generasi: Kenali dan Kenalkan Desa Kita tanggal 16-18 Desember 2022 di Werdhapura Hotel Village Center, Sanur. Bekerja sama dengan PRSGF (Pastor Delbert Rice Small Grant Fund) di Filipina, kegiatan kali ini ditujukan untuk lebih mengakrabkan Gen Z antardesa, juga mencoba jalur Ekowisata alternatif ala Gen Z yang nantinya akan disusun ceritanya secara lengkap. Kegiatan kali ini dimanfaatkan oleh para calon pemandu desa untuk mendengarkan pengalaman dan belajar dari para pemandu senior desa.

Rabu, 19 April 2023

Semua peserta telah berkumpul di Bukit Pemukuran – Dukuh Sibetan pada jam 09.30 pagi. Sebelum matahari terik, Dwita mengajak peserta berkumpul, kemudian kegiatan dibuka oleh Pak Sujana dari Dukuh dan Lisa sebagai perwakilan JED. Perkenalan peserta dipimpin kembali oleh Dwita: 7 orang dari Tamblingan, 2 orang dari Nusa, 1 orang dari Nyambu, 5 orang dari Tenganan, dan 13 orang dari Dukuh Sibetan sebagai tuan rumah, ditambah 5 orang Wisnu/JED.

Setelah perkenalan, Adit menjelaskan jalur trekking dan cycling yang akan dilalui, dengan rata-rata perjalanan selama dua jam. Peserta dibagi dua kelompok, dan lebih banyak yang memilih treking karena merasa akan kesulitan bersepeda di jalan berbukit. Tim Cycling menempuh jarak sekitar 3 km, dari Pemukuran ke Pura Batur, Batu Metoktok, tempat pembuatan keranjang bambu, wani tertua (namun saat ini sudah ditebang karena tumbang akibat angin kencang dan umurnya yang sudah sangat tua), paket kebun salak, dan Pura Dalem.

Sementara Tim Treking menempuh jarak sekitar 2 km, dari Pemukuran ke Pura Dalem, mata air Sekar Gunung, batas wilayah desa, dan sungai Batu Guling. Melewati pohon jaka dan kebun salak, maka hal yang menyenangkan adalah menikmati tuak yang baru dipanen dan buah salak yang bisa dipetik langsung dari pohonnya.

Pada umumnya hampir semua peserta mengatakan, baik cycling maupun treking, asyik dan menyenangkan, serta banyak pengetahuan yang didapat. Sebagai catatan, topografi wilayah dan kondisi jalur yang akan dilalui perlu dijelaskan dengan lebih detil, seperti turunan yang tajam dan licin. Pada treking, jalurnya cukup mengerikan dan membahayakan, sehingga perlu dipikirkan untuk memberikan pengaman di sepanjang jalur ekstrim dan tongkat untuk peserta.

Sore hari, ada 10 tenda yang kami pasang secara gotong-royong. Tiga tenda khusus untuk peserta perempuan, dan sisanya untuk laki-laki. Seperti kemping pada umumnya, selalu ada waktu untuk gitaran dan menyanyi. Juga, guling ayam dan pol salak untuk makan malam. Namun, karena saat ini sedang tidak musim salak, maka hanya ada sedikit pol salak, dan sayurnya harus dicampur dengan labu siam.

Kamis, 20 April 2023

Jam tujuh pagi semua peserta sudah siap berangkat, menuju ke Peken Bebandem. Perjalanan ditempuh dalam waktu sekitar 20 menit menggunakan tiga mobil carry pick up. Rombongan disambut oleh Pak Putu dan Keliang Desa Adat Tenganan Pegringsingan di Peken Bebandem, yang akan menemani perjalanan sampai ke permukiman Desa Tenganan selama sekitar tiga jam, melewati areal sawah dan hutan desa.

Pemberhentian 1. Hutan Mahoni. Kawasan hutan ini merupakan bagian dari bet (hutan) yang merupakan kawasan konservasi. Aturan atas hutan adat juga ditetapkan di kawasan ini, yaitu pohon tidak boleh ditebang jika belum mati, dan yang masih hidup hanya boleh ditebang untuk kepentingan desa adat. Namun sebaiknya aturan atas pohon mahoni perlu ditinjau, karena pohon ini bersifat invasif dan sangat cepat menyebar.

Pemberhentian 2. Pura Besaka. Merupakan pura yang berbentuk bebaturan, sebagai bukti bahwa pura ini sudah ada sejak masa megalitik. Pada upacara tertentu setiap satu tahun sekali, krama desa akan bersembahyang di pura ini. Pura ini terkait dengan legenda gringsing dan difungsikan juga sebagai pura subak.

Perjalanan ke titik selanjutnya melewati areal sawah desa yang berbatasan langsung dengan hutan. Jalur ini merupakan tempat melihat matahari terbit, dan dijadikan sebagai lokasi pengambilan gambar video berseri Sutri (lihat link berikut). Kami juga menyempatkan diri mampir ke Vila Pendi yang juga dijadikan sebagai lokasi pengambilan gambar video berseri tersebut.

Pemberhentian 3. Pura Rambut Pule. Sama seperti Pura Besaka, Rambut Pule juga berupa batu. Batu ini diyakini sebagai bentukan dari ekor kuda Oncesrawa, seekor kuda putih yang berekor hitam. Potongan tubuh kuda Oncesrawa tersebar di wilayah desa sebagai tanda lokasi tersebut merupakan bagian dari wilayah Desa Adat Tenganan Pegringsingan.

Pemberhentian 4.  Perbatasan Desa Belalungan. Desa ini merupakan desa yang wilayahnya terletak di dalam wilayah Desa Adat Tenganan Pegringsingan. Pada masa kerajaan, Raja Karangasem menempatkan orang-orang muslim dari Lombok untuk melindungi wilayahnya dari serangan Raja Sibetan. Atas keberhasilan orang-orang Lombok tersebut, raja memberikan areal yang ditempati untuk tempat tinggal mereka dan dijadikan sebuah desa.

Pemberhentian 5. Bukit Moding. Merupakan titik pemberhentian paling istimewa karena kami bisa melihat permukiman desa secara utuh. Ditambah lagi, ada warung kecil di sana dan kami bebas memilih minuman dan camilan yang dijual di sana.

Pemberhentian 6. Pura Kubu Langlang. Pada upacara Sambah, para daha mengadakan rapat dan bersembahyang di pura ini. Peta wilayah Desa Adat Tenganan Pegringsingan berukuran besar dipasang di sekitar areal pura, dan menjadi media efektif untuk menjelaskan wilayah desa adat, terutama untuk menunjukkan areal konservasi yang berupa bet dan tegalan.

Perjalanan ke garis finish ditempuh dalam waktu cukup lama karena jalur yang cukup ekstrim, melalui jalan setapak bebatuan yang terus menurun dengan kemiringan tergolong terjal. Sepanjang jalan terjal yg dilewati, kita akan menemukan 3 letak batu besar yang disebut “Batu Meririg”. Yaitu batu yg digunakan sebagai tempat melaksanakan sebuah upacara oleh para Gadis Tenganan (Daha). Tidak hanya sekedar tempat upacara, masing-masing letak batu itu juga menandakan kedudukan dari para Daha. Dari letak batu paling bawah merupakan tempat upacara bagi daha yg kedudukannya di Nyoman. Kemudian naik beberapa langkah merupakan tempat upacara bagi daha yg kedudukannya di Nengah. Berhimpitan (diatas) dengan batu tersebut merupakan tempat upacara bagi daha yg kedudukannya di Pengenep. Lalu tepat di pertengahan bukit “bancang bukit” merupakan tempat upacara bagi daha dengan kedudukan Kelian & Daha Cerik. Selanjutnya perjalanan dilanjutkan hingga sampai di puncak bukit yaitu di Pura Kubu Langlang. Upacara yg dilakukan adalah melantunkan kidung/nyanyian suci. Sebelum melaksanakan upacara di puncak bukit, para daha beristirahat melepas lelah dengan perbekalan yg mereka bawa. Dilanjutkan dengan “ngayah mebersih” di sekitar areal Pura. Para daha juga biasanya bermain permainan tradisional seperti, megoak goakan,  kuncang bunter, selodor dsb. Lewat pukul 12.00 siang upacara melantunkan kidung suci dimulai sembari membawa beberapa sarana upacara. Terakhir acara bebas, para daha bisa pulang menuruni bukit melewati jalan awal, ataupun bisa menggunakan alat transportasi modern melewati jalan umum.

Pemberhentian 7. Areal Pura Puseh – Pura Sri. Duduk di atas rumput di bawah pohon beringin, ditemani angin semilir, sebagian peserta langsung merebahkan tubuhnya. Pura Puseh adalah salah satu pura yang masih tampak keasliannya, sementara Pura Sri terkesan lebih modern.

Waktunya makan siang. Makan siang dilakukan dengan megibung, duduk bersama mengelilingi nampan sajian. Nampan terdiri dari sayur ononan di bagian tengah, dikeliling nasi, sambal terong, telor dadar, ayam merah, dan sayur daun belimbing. Cara memakan nasi yang benar adalah dengan mengepalnya, kemudian dicocol ke sayu dan lauknya. Namun kami memilih untuk makan sesuai dengan cara dan kebiasaan masing-masing.

Kegiatan ditutup dengan sedikit review, dan berbagi kisah dari Sabah-Malaysia. Dwita, Rio, dan Adit mengikuti Youth Engagement and Empowerment Hive in Asia (YEEHA) – 2nd Regional Youth Camp di  Lomunu Training Center of PACOS Trust, Penampang, Sabah, Malaysia. yang diselenggarakan oleh NTFP-EP pada tanggl 13-19 Maret 2023. Pelajaran terpenting adalah bisa mengenal dan berbagi pengalaman dengan anak-anak muda masyarakat adat dari 5 negara di Asia; berani mengemukakan pendapat di depan umum, percaya diri menggunakan Bahasa Inggris (yang bukan Bahasa sehari-hari), serta mengenal budaya (tradisi, makanan local) setempat.

 

Leave a Reply

Your email address will not be published.